Momen apa yang paling membuat Anda
Bahagia? Saat gajian? Ditraktir teman? Jalan-jalan sama keluarga atau dinner
bareng pacar? Setiap orang tentu menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya dengan
berbagai macam versi. Namun, kenyataannya penderitaan selalu hadir setiap hari,
bahkan setiap menit.
Kita berjuang dan berpetualangan
di dunia ini untuk mencari kebahagiaan. Dimanakah kebahagiaan itu? Bagaimana
cara mendapatkan kebahagian? Apa saja syaratnya?
Dalam bukunya “The Miracle of
Suffering”, V. Vajiramedhi menceritakan dua versi kebahagiaan. Pertama,
anggapan bahwa kebahagiaan bersumber dari uang. Ada sebuah cerita,
Petani di Lampang, Thailand memenangkan lotre sepuluh milyar baht. Jika itu
terjadi pada Anda, mememangkan undian berhadiah uang 10 juta atau 100 juta
rupiah, bagaimana perasaan Anda?
Bahagia. Umumnya, kita berpikir
bahwa mendapatkan uang secara cuma-cuma akan membuat kita bahagia seutuhnya.
Namun, dengan uang yang didapatkan, nyatanya tidak menjamin kebahagiaan seorang
petani tersebut.
Enam bulan setelah itu,
tetangganya mengantarkannya ke rumah sakit karena petani tersebut overdosis
obat. Dia terlalu stress memikirkan akan digunakan untuk apa uang yang
dimilikinya. Tidak ada ide apapun dengan uang tersebut, hingga akhirnya
membuatnya stress.
Sementara, versi kedua yaitu kebahagiaan
bersumber dari pikiran yang sibuk dengan kebahagiaan. Seorang wanita tua di
Chiangkhong, rajin bekerja di kebun walaupun memiliki anak dan cucu yang sudah
berkecukupan dan menopang hidupnya. Namun, bukan uang yang membuat wanita tua
ini merasa bahagia.
Tetapi, aktivitas sehari-harinya,
seperti menyiangi rumput, merawat kebun, hingga memanen hasil kebun. Hasil
panen bukan untuk dijual, tapi untuk dikonsumsi sendiri dan dibagikan ke
tetangga. Berkebun merupakan aktivitas sehari-harinya yang membuatnya bahagia,
pikirannya sibuk dengan kebahagiaan yang diciptakan sendiri. Menjiwai apa yang
sedang dikerjakan dan tubuhnya menyatu dengan pikiran.
Menciptakan Kebahagiaan Bersyarat
Seringkali kita memberikan syarat
pada diri sendiri untuk bahagia. Sederhananya, “Saya akan bahagia jika punya
gaji di atas 10 juta, Saya akan bahagia jika punya pasangan seorang PNS, Saya
akan bahagia ketika ini dan itu menjadi milik saya”
Syarat tersebut harus terpenuhi untuk mencapai kebahagiaan. Bagaimana jika
tidak tercapai? Tentu Anda akan menderita.
Apakah setelah memenuhi syarat-syarat tersebut, kita akan benar-benar bahagia? Seberapa lama kebahagiaan tersebut akan bertahan?
Kebahagiaan adalah Keseimbangan Tubuh dan Pikiran
Memiliki banyak uang, tapi dalam
kondisi tubuh sakit. Apakah Anda bahagia? Tubuh sehat, namun tidak memiliki
uang dan harus berhutang, Apakah Anda Bahagia?
V. Vajiramedhi mendefiniskan
kebahagiaan sebagai keseimbangan tubuh dan pikiran. Tubuh tanpa penyakit dan
batin tanpa kecemasan.
Dalam Anguttara Nikaya (Jilid 2,
Kelompok 4), Buddha membabarkan 4 jenis kebahagiaan perumah tangga kepada
Anathapindhika. Empat jenis kebahagiaan tersebut yaitu: Kebahagiaan memiliki (Atthisukha),
Kebahagiaan menikmati atau menggunakannya (Bhogasukha), Kebagiaan bebas
dari hutang (Ananasukha), dan kebahagiaan tanpa celaan (Anavajjasukha).
Keempat jenis kebahagiaan tersebut, merupakan bagian dari kebahagiaan bersyarat. Sementara, kebahagiaan tanpa syarat yakni kebahagiaan yang tercipta berkat pikiran yang bebas dari kemelekatan.
Kegembiraan sejati ada di dalam diri sendiri. Kita semua memiliki kemampuan terhadap kegembiraan jenis itu. Hanya saja kita cenderung berpikir kegembiraan datang dari luar. – V. Vajiramedhi
Referensi:
V. Vajiramedhi. The Miracle of
Suffering. 2020. Yayasan Karaniya: Jakarta
Artikel ini telah diterbitkan oleh BuddhaZine
Komentar